CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 27 November 2008

Pebola Muslim di Eropa

Sejak musim lalu, Susana jelang kick off pada setiap laga Bayern Muenchen menjadi lebih special. Nuansa religius lebihkentara dengan ritus yang dilakukan bunting baru mereka, Franck Riberry. Menundukan kepala sambil menengahdakan tangan, mulut pemain bertubuh mungil itu komat-kamit memanjatkan doa ke hadirat Allah SWT. Ritus itu agk provokativ mengingat sensivitasorang-orang Eropa terhadap segala sesuatu yang berbau Islam. Tapi ribery tak peduli, baginya keimanan memang harus ditunjukan. Bukan itu saja, dia pun selalu menjauhi minuman beralkohol dan daging babi yeng memang diharamkan Al Quran.
Mengenai hal yang terakhir , Ribery membuktikan dirinya bias bertahan meski tinggal di Muenchen, ibu kota bir di Jerman. Saat perayaan juara pada akhir musim lalu,dia dengan tegas berkata, “Aku tak akan membuat pengecualian dengan menyeruput bir. Jika ada bir tanpa alcohol, aku mungkin akan meminumnya. Aku tak butuh alcohol untuk menunjukan suka cita.”
Pada musim ini pun, dia tak ikut memegang segelas bir pada sesi pemotretan iklan Paulaner yang melibatkan skuad Bayern Muenchen. Dengan lugas dan kocak, dia tetap bergeming meski Luca Toni tak henti menggoda dengan menyodorkan gelas bir yang ada digenggamannya.
Di kancah sepak bola Eropa, Ribery hanyalah satu dari sederet pebola muslim yang taat. Beberapa pemain yang juga sangat kukuh memegang syriat adalah Kolo Toure, Yaya Toure, Frederic Knoute, Eric Abidal, Nathan Ellington, dan Mohammed Sissoko. Merka adalah sosok-sosok yang sangat taat beribadah di tengah Impitan kesulitan.
Sebagai muslim mereka tak main-main dalam menjalankan ajaran agama. Kolo Toure, Ellington, dan Sissoko dikenal taat menjalankan salt di mana pun mereka berada. Bahkan, Kolo dan Ellington tak ragu menjalankan ibadah lima waktu di ruang ganti pemain. Mereka tak malu-malu membawa sajadah. Bagi Sissoko menjalankan salat sangat penting bagi hidupnya. “Aku terbiasa menunaikan salat sebelum dan sesudah pertandingan,” kata pemain asal Mali yang kini memperkuat Juventus tersebut. “Aku sangat bahagia ketika salat karena aku merasa melakukan kontak langsung dengan Tuhan. Sungguh itu membuatku kian percaya bahwa ada yang mengawasiku dari atas.”
Soal salat Sissoko memang boleh diacungi jempol. Selain taat dia juga selalu mencoba menunaikannya di masjid atau mushala terdekat. Kala memperkuat Liverpool dia kerap kedapatan berada di masjid Ar Rahma. Apalagi kala Ramadhan, maklum saja dia selalu bertarawih di sana. Ngomong-ngomong soal Ramadhan Sissoko juga terbilang taat puasa. Meski sulit menunaikan ibadah tersebut di tengah tuntutan pekerjaan yang menguras fisik, dia mengaku tak pernah secara sengaja mengabaikannya. “Aku tetap berusaha untuk puasa pada bulan Ramadhan. Hanya pada situasi mendesaklah aku rak menunaikannya,” ungkap Sissoko.
Pemain lain yang memegang prinsip sama dengan Sissoko adalah Kanoute dan Ahmed Mido. “Siapa pun yang paham tentang Islam dengan benar pasti justru menguatkan, bukan melemahkan,” ungkap Kanoute yang juga sempat menutup logo 888.com di kostum Sevilla yang dipakainya karena tak mau mendukung perjudian.
Mido mengamini, “Aku tak pernah bermasah dengan Ramadan di mana pun aku bermain. Tak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang Inggris, tubuh kita sebenarnya bias langsung beradaptasi hanya setelah beberapa hari barpuasa.” Ucap penyerang asal mesir tersebut.
Ketaatan Mido cs yang tak bergeming meski harus berhadapan dengan kultur dan lingkungan yang sangat berbeda jelas menjadi teladan bagi semua muslim. Dalam situasi dan kondisi apapun keimanan dan ktakwaan tak boleh tergadaikan!!!

2 komentar:

ismi mengatakan...

hai..mau test / ujian gandain ingatan otak kamu open my blog
ismi

ismi mengatakan...

kasi shout mix donk blog nya_ _